2010/10/07

Karna engkau bertanggung jawab Lebih!

Ada yang bilang, aku ini bandel. Aku suka bertanya hal-hal yang dirasa ga layak ditanyakan bagi teman-teman sepengajianku. Biasanya itu hal-hal yang bersifat gender sehingga barangkali hal tersebut menimbulkan bias seolah-olah aku seorang feminis, yang nggak mau menerima diriku sebagai perempuan. Yang gak tahu betapa mulianya kedudukan muslimah dalam syariat ini. Terserah saja apa yang mau dikatakan orang tentang diriku. Tetapi, aku memang merasa, tulisan, publikasi, ataupun kajian yang ada -atau barangkali yang aku tau- masih aku rasakan kurang seimbang antara pewacanaan wanita dan pria, khususnya dalam hal hak dan kewajiban suami istri.


Suatu ketika aku pernah bertanya soal memilih dan dipilih.Aku bertanya pada temanku, kenapa ya laki-laki posisinya bisa lebih bebas memilih dibandingkan dengan perempuan. Sampai-sampai ada pepatah, laki-laki menang milih perempuan menang nolak. Artinya hak memilih laki-laki bersifat aktif, sedangkan hak memilih perempuan bersifat pasif, menerima atau menolak.


Islam tidak melarang wanita menawarkan dirinya, bahkan bunda Khadijah Radliyallahu 'anha yang berinisiatif terlebih dahulu dalam pernikahannya dengan Rasul sallallahu 'alaihi wasalam, sebagai wanita -setidak-tidaknya sebagai orang timur- bagiku tetap saja defaultnya posisi perempuan dalam hal jemput menjemput jodoh adalah relatif pada posisi pasif dibandingkan dengan pria. Wanita bagaimanapun akan lebih baik jika ia bersabar dalam usaha pasifnya dalam menanti jodoh.Bunda Khadijah Radliyallahu 'anha pun ketika berinisiatif kepada Nabi dengan cara yang sangat santun. Bukan dengan cara menyodorkan diri secara langsung kesana kemari terhadap pria. (Soal ini, barangkali nanti ada yang protes, tentang saya yang teman-temannya kebanyakan laki-laki. Insya Allah aku akan coba bahas di lain judul, biar pembahasan kali ini tidak melebar ke mana-mana.)

Atas pertanyaan tadi, Alhamdulillah aku sangat puas dengan jawaban temanku. Dia bilang begini,

"Mungkin hal itu terkait dengan tanggung jawab mbak. Kehidupan sesudah menikah akan menuntut tanggung jawab yang lebih besar bagi seorang pria sebagai seorang suami, kepala keluarga.".

Sungguh sebuah jawaban yang cerdas. Gamblang dan mudah dipahami. Menghilangkan semua potensi atas rasa ketidakadilan. Memang demikian, segala sunatullah yang berlaku sebenarnya nggak pernah salah. Selalu ada hikmah dibaliknya. Akan tetapi, kenyataan kadang membuat hikmah itu tidak terungkap. Terlebih bila manusia-manusianya tidak bisa menjalankan tanggung jawab (baca: kurangnya kesadaran pria akan beratnya tanggung jawab sebagai kepala rumah tangga) sehingga sebagian wanita tertindas suami dan sebagian suami hidupnya masih bergantung pada istri . Mereka, manusia-manusia yang tidak bertanggung jawab itulah yang menyebabkan tersamarnya keadilan.

1 comment:

Anonymous said...

ini buatan mb nur ya??
wahh :)

Post a Comment