2011/01/03

MERTUA OH MERTUA

by Jazimah Al-Muhyi on Friday, December 17, 2010 at 10:23pm

Saya bukan tidak tahu sama sekali hubungan mertua-menantu. Karena kebetulan keluarga kami tinggal berdempet rumah dengan kakek nenek, bahkan sampai kelas 4 SD, kami masih tinggal serumah dengan kakek nenek. So, saya tahulah bagaimana relasi ibu dan nenek (menantu-mertua).
He he, tentu note ini bukan cerita tentang mereka.

Perihal ini, saya merasa perlu banget ngobrol dengan patner diskusi terhebat saya. Suami tercinta :-) Kurang lebih gini:
Suami menjelaskan soal asal muasa paradigma. Mula-mula seseorang mempercayai sebuah nilai (mungkin karena cerita orang, mungkin dari nonton, mungkin dari bacaan), lalu bertemu kenyataan. Kalau terus berulang bisa membentuk pola pikir.
Misal nih: punya pendapat bahwa hubungan menantu-mertua itu tidak bakalan bisa harmonis. Kebetulan beberapa kali ketemu kenyataan yang begitu. Nah, kalau suatu saat ketemu yang harmonis, seorang istri yang bilang, “Mertua perempuanku baik kok.”, bisa jadi komentar: “Ah, itu kan karena kamu belum lama interaksi. Coba aja setahun lagi!” Atau, “Itu kan kalau di depanmu. Mana kamu tahu kalau dia membicarakanmu buruk di depan tetangga.”

Nah lho, gawat juga, kan?
Maka, memang sangat penting menyaring apa-apa yang perlu menghuni benak, apa-apa yang hendak dikonsumsi otak. Pilih-pilih teman, pilih-pilih bacaan, pilih-pilih tayangan.

Saya pernah dicurhati sahabat terkait dengan mertua. Intinya dia pengin tinggal yang jauh dari mertua. Masalahnya: ada rasa diintervensi. Tapi mertua menginginkan anak lelakinya tinggal dekat sama dia.
Trus saya bilang, ”Yo kapokmu kapan. Kamu harus taat sama suami. Dan suamimu harus taat sama ibunya. ”
He he he.
Itu guyon. Maksud saya, memang tidak ada pilihan selain bersabar. Bismillah, semoga ada hikmah yang bisa diambil, ada keberkahan dari upaya menahan diri. Karena hidup ini memang bukan ajang untuk melampiaskan apa-apa yang dimaui diri. Kita memang punya hak, tapi hak kita dibatasi oleh hak orang lain. Begitu kata guru PPKn saya dulu. Dan aturan mana yang paling adil mengatur hak-hak manusia? Ya pasti aturan dari Allah, kan?

Otak saya pernah ngutak-atik. Kalau istri wajib taat pada suami, padahal selamanya anak laki-laki itu milik ibunya ... means ... harus taat ama ibu seumur hidup, berarti setelah menikah, seorang istri harus siap berjuang taat ama mertua, mendahulukan kepentingan mertua—bahkan—ketimbang ortunya sendiri.

So, yang ideal, dalam rumah tangga seorang muslim nggak bakal muncul ungkapan,
”Waah, payah, ibunya merongrong keluarga kami terus.”
”Gimana kami bisa hidup sedikit enak. Keluarganya selalu minta bantuan.”
Na’udhubillah.

Mungkin istrilah yang mendorong dan mendukung suami hingga sukses, tapi siapa yang melahirkan dan mendampingi suami sehingga bertemu dengan istri? Kalau dihitung pakai tahun saja pasti gak berimbang, apalagi itung-itungan lainnya.
He he, saya baru punya anak laki-laki yang bayi, dan bingung juga mengapa ada ’rasa kepemilikan’ yang besar padanya (yang padahal dulu saya sebal kalo melihat fenomena itu: anak laki-laki yang tampak diistimewakan ibunya ketimbang anak-anaknya yang perempuan)

Saya ini memang omong thok. Karena ibu mertua saya sudah meninggal ketika saya masih hamil anak pertama. Jadi, belum ada interaksi yang pernah kami lakukan secara intens.
Tapi ada contoh dari Ustadzah saya. Yang sangat baik pada mertuanya, mengutamakan mertuanya. Eeh, ternyata di kemudian hari, mertua malah sayang banget ama beliau, melebihi sayang ke anaknya sendiri. Ustadzah saya itu kebetulan memang sudah yatim piatu, jadi mertua malah jadi tempat curhat buat beliau.

Ada juga tetangga saya yang luar biasa. Menantu keren. Dulu, mertuanya terkadang berbicara yang kurang baik tentang menantunya. Ke mana-mana, ke siapa aja. Tapi si menantu sabar, always smile, menyimpan duka lara di hati. Kadang curhat juga, tapi pilih-pilih.
Saya lihat sekarang sudah harmonis. Saya tidak tahu bagaimana resepnya, karena si menantu ini kalau saya tanya, jawabannya hanya senyum dan senyum saja.

Akhirnya ...
Selamat berjuang menjadi menantu keren
Sembari bersiap menjadi mertua keren :-)

No comments:

Post a Comment